Rabu, 11 April 2012

My Mom, My Real Iron Lady....

Ditulis di tengah-tengah menurunnya motivasi mengerjakan skripsi.....

Malas membuka foder "SKRIPSI" yang saya taruh di foder D. Emoh juga melirik lembaran skripsi yang kemarin dicoret-coret saat konsul. Enggan melangkahkan kaki bahkan agak sukar melirik ke arah kampus. Ya, hal yang selama ini ditakutkan akhirnya datang juga. Sifat malas yang datang menyergap di saat-saat tinggal beberapa langkah lagi untuk meraih gelar sarjana. Mencoba beberapa kali untuk membangkitkan motivasi agar tangan mau kembali berkerja. Bukankah setelah ini ada tantangan yang lebih berat lagi menunggu di dalam peta kehidupan?, ya pulau Jawa, negeri China, Benua Eropa dan Amerika. 


Ternyata mimpi super itu saja tidak cukup untuk sekedar membuat mata ini mau melirik isi folder "SKRIPSI" tsb. Ditengah kegalauan yang sangat saya tidak saya sukai itu, saya pun coba mengingat-ingat ibu saya di kampung halaman, mencoba mengenang perjuangan beliau agar anaknya yg begajulan ini bisa sekolah tinggi, meresapi harapan beliau yang penuh kasih pada anak yang tidak tahu terima kasih ini.


Ibu saya Hj. Noorbainah, setiap hari bangun jam 4 pagi, lebih awal dari siapapun yang ada dirumah, untuk segera melaksanakan sholat Tahajjud. Lalu dilanjutkan dengan mencuci pakaian anak-anaknya yang masih tertidur pulas. Seusai sholat shubuh, jika ada waktu beliau akan membuatkan sarapan, namun jika tidak sempat beliau akan membelikan nasi bungkus di warung. Tak lupa beliau selalu membangunkan aku yang biasanya masih betah dalam selimut setiap pagi. Tepat pukul 6 pagi, beliau menumpang taksi kol untuk pergi ke pasar dan mencari nafkah.


Ibu adalah seorang pedagang emas. Berlabelkan anak seorang wiraswasta logam mulia, banyak yang bilang saya beruntung karena pasti memiliki ekonomi berlimpah. Namun itu tidaklah benar, hanya saya saja yang kepedean... padahal ibu saya lah yang mati-matian cari duit. Pekerjaan ibu saya sangat beresiko, Ibu saya pernah beberapa kali dirampok saat dalam perjalanan maupun di pasar itu sendiri.


Suatu waktu, ibu yang saat itu hanya berdua dengan supir taxi kol yang masih punya hubungan kekerabatan. Pernah di cegat oleh 2 orang perampok bersenjata api. Dengan bengis mereka mengambil emas dagangan beliau, sehingga membuat ibu shock. Saya tidak henti-hentinya menangis mendengar cerita itu. Tapi tidak dengan beliau, beliau tetap sabar dan tabah. Meski aku tahu beliau sangat trauma.


Kejadian yang lebih parah dan lebih mengerikan juga pernah menimpa beliau, kali ini nyawa beliau hampir melayang. Saat akan dirampok di pasar di depan kerumunan orang banyak, beliau nekat melawan. Perampok yang marahpun mengarahkan sebuah pistol rakitan ke wajahnya, namun entah mungkin ini adalah sebuah keajaiban dari Allah. Meski pelatuk pistol itu sudah ditarik, tapi tidak ada peluru yang meletus. Hingga perampok itu kemudian melarikan diri dan Ibu akhirnya selamat.


Sumpah demi Allah, dunia akherat aku tidak ikhlas dengan orang-orang yang menyakiti ibuku.


Peristiwa yang paling menyedihkan adalah saat beliau jatuh sakit karena batu empedu dan harus dioperasi. Tak kurang 1 bulan ibu terbaring tak berdaya, setiap hari saat ketunggu beliau di Rumah sakit, aku menatap wajahnya yang nampak lelah. Meski beliau tetap tegar dan tersenyum, ibu pernah bilang akan ikhlas dengan segala keputusan Allah. Saat itu aku berdoa agar Allah mau mengganti umurku yang tersisa untuk menambah umur ibuku agar lebih panjang. Entah doa itu benar ataukah diterima oleh Allah, karena setahuku mengorbankan diri bagi orang lain haram hukumnya, tapi beliau adalah ibuku. Alhamdulillah, Allah yang maha pemurah masih memberikan kesempatan kami bersama lebih lama lagi. Bulan itu  adalah hari raya idul Adha pertama dimana ibu tak ada bersama kami, karena harus di rawat di Surabaya. 


Kini, ibu telah ditinggalkan oleh Ayah yang sudah lebih dulu bersama sang Khalik. Ibu sangat sedih, aku tahu itu. Ibu selalu bilang sangat takut karena kini sendirian. Dalam perantauan, aku selalu berpikir bagaimanakah beliau di sana.. Apakah beliau bahagia????, duh gusti, seharusnya jika aku memang sangat sayang beliau seharusnya aku pulang, seharusnya jika aku ini berbakti, aku haruslah kuliah dengan sungguh-sungguh, berprestasi di tanah rantau....


Tak pantas aku galau.....
Sementara aku terlahir dari rahim seorang ibu yang kuat.....
Tak pantas aku menunda-nunda pekerjaan karena malas...
Sementara ibuku selalu mengutamakan diriku dari dirinya sendiri.....
Tak pantas aku menikmati masa muda...
Jika aku tak berbakti kepada beliau.....


Beliau seharusnya sekarang bisa istirahat, tak perlu lagi bertaruh nyawa dan menguras kesehatan demi anaknya yang sudah tua umur namun masih dangkal pikir. Dan aku seharusnya bisa hidup mandiri. Kini akulah yang harus berjuang...... Diawali dengan menggenggam gelar sarjana semester ini, hingga nanti aku pulang dan akan berbakti kepada beliau, akan kudirikan mesjid, pesantren, dan rumah sakit dengan nama beliau dan Alm. Ayahanda tercinta. Insyaallah............. Semoga dimudahkan

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | cheap international calls